Dalam wawancara eksklusif di program QnA Metro TV pada 25 Maret 2025, mantan Menko Polhukam sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, mengungkap fakta mengejutkan tentang besarnya penghasilan pejabat publik di Indonesia. Ia menegaskan, seorang pejabat negara bisa memperoleh pendapatan sangat besar secara sah, bahkan tanpa melakukan praktik korupsi.
Mahfud menjelaskan, gaji pokok seorang menteri memang relatif kecil jika dibandingkan dengan tanggung jawabnya. “Kalau gaji menteri itu hanya sekitar Rp5 juta,” ujarnya. Namun, nominal tersebut jauh dari total penghasilan sebenarnya. Dengan adanya tunjangan, uang operasional, hingga berbagai fasilitas lain, jumlah yang bisa dibawa pulang seorang menteri setiap bulan dapat mencapai Rp150 juta atau lebih.
Menurut Mahfud, jumlah itu adalah penghasilan bersih yang diterima pejabat. Bahkan, masih ada tambahan berupa remunerasi 100 persen serta dana operasional yang penggunaannya tidak terlalu ketat. Artinya, pejabat yang cermat dalam mengelola keuangan berpotensi menabung jumlah fantastis selama menjabat di pemerintahan.
“Kalau disimpan dengan baik selama menjabat, seorang pejabat bisa mengumpulkan kekayaan lebih dari Rp30 miliar,” terang Mahfud. Pernyataan tersebut sontak menjadi perbincangan publik karena membuka tabir yang jarang diketahui masyarakat luas mengenai struktur pendapatan pejabat negara.
Di sisi lain, Mahfud menyayangkan kenyataan bahwa meski telah menerima penghasilan yang besar dan sah, masih banyak pejabat yang tergoda melakukan tindak korupsi. Ia menilai perilaku semacam ini bukan sekadar persoalan materi, melainkan juga masalah mentalitas dan moralitas.
Pernyataan Mahfud ini pun menimbulkan diskusi hangat di ruang publik. Banyak kalangan yang merasa kaget sekaligus prihatin, sebab dengan penghasilan sah yang sedemikian tinggi, praktik korupsi semestinya bisa ditekan. Namun faktanya, korupsi justru tetap merajalela di berbagai lini birokrasi dan pemerintahan.
Pengamat politik menilai, ungkapan Mahfud bisa menjadi bahan evaluasi serius terhadap sistem remunerasi pejabat publik. Jika dengan penghasilan sah saja sudah sangat mencukupi, maka perilaku korupsi yang masih marak jelas mencerminkan adanya masalah integritas. Transparansi pengelolaan dana operasional juga dinilai penting agar tidak terjadi penyalahgunaan.
Selain itu, keterbukaan informasi mengenai besaran pendapatan pejabat negara dianggap perlu. Dengan begitu, masyarakat dapat memahami bahwa pejabat sudah memiliki pendapatan yang cukup besar, sehingga dorongan untuk memperkaya diri melalui cara ilegal seharusnya bisa diminimalisir.
Pernyataan Mahfud juga bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat budaya integritas. Sebab, tingginya penghasilan tidak otomatis menjamin pejabat terbebas dari korupsi. Pendidikan etika, keteladanan, dan penegakan hukum yang tegas tetap menjadi kunci utama dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia.
Pada akhirnya, pernyataan Mahfud MD membuka mata publik bahwa pejabat negara sebenarnya bisa hidup sejahtera tanpa perlu melakukan korupsi. Namun, tantangan terbesar tetaplah membangun karakter dan kesadaran moral agar pejabat benar-benar menggunakan kewenangan untuk melayani rakyat, bukan memperkaya diri.

