Di tengah gempuran teknologi dan gaya hidup konsumtif, kemampuan mengelola keuangan menjadi kebutuhan mendesak yang seharusnya diajarkan sejak dini. Foto Mas Bhumi tersenyum sambil memegang buku "Nak, Belajarlah Soal Uang" karya Jeong Seon Yong di toko buku, menjadi simbol kuat bahwa pendidikan finansial tak harus menunggu dewasa. Justru di usia inilah pondasi pola pikir keuangan sehat dapat dibangun.
Mas Bhumi terlihat begitu antusias dan bahagia memegang buku bertema keuangan. Momen sederhana ini menyiratkan pesan mendalam: anak-anak memiliki rasa ingin tahu tinggi dan kesiapan belajar yang luar biasa, termasuk dalam hal yang sering dianggap terlalu "dewasa" seperti uang. Literasi finansial bukan soal angka semata, tetapi tentang membentuk sikap bijak terhadap nilai, kebutuhan, dan pilihan.
Mengenalkan konsep uang kepada anak tidak selalu harus dengan rumus-rumus ekonomi. Buku seperti yang dipegang Mas Bhumi menyajikan pelajaran dengan narasi yang relatable dan ilustrasi yang menarik. Ini merupakan strategi penting agar anak tidak hanya membaca, tetapi memahami dan merasa terlibat. Ketika anak tahu dari mana uang berasal, bagaimana cara mengelolanya, dan untuk apa digunakan, mereka akan lebih menghargainya.
Toko buku sebagai latar dari foto tersebut juga menyimpan makna. Ia bukan hanya tempat berjualan buku, melainkan ruang edukasi publik yang ramah bagi segala usia. Di antara rak-rak penuh bacaan, anak tersebut berdiri membawa harapan bahwa generasi masa depan akan tumbuh menjadi individu yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga melek finansial.
Bhumi Literasi Anak Bangsa, yang logonya tampak di latar rak buku, konsisten mendorong semangat membaca dan belajar pada anak-anak Indonesia. Mereka memahami bahwa literasi bukan hanya soal membaca kata, tetapi membaca dunia. Termasuk memahami arus uang, tren konsumsi, hingga makna menabung dan berinvestasi. Ini sejalan dengan semangat membangun SDM unggul sejak usia dini.
Di dunia nyata, terlalu banyak orang dewasa yang menyesal karena terlambat belajar tentang uang. Mereka terjebak dalam utang, gaya hidup instan, dan pola konsumsi yang tidak sehat. Maka, mengapa kita tidak memutus rantai ini dengan mempersiapkan anak-anak kita sejak dini? Foto Mas Bhumi dengan buku keuangan adalah langkah awal yang menggembirakan dan inspiratif.
Lebih dari sekadar simbol, Mas Bhumi mewakili harapan akan generasi yang sadar dan cakap menghadapi tantangan ekonomi masa depan. Mereka yang paham bahwa uang bukanlah segalanya, tetapi alat untuk mencapai tujuan dan mewujudkan mimpi. Dengan pembiasaan membaca buku-buku seperti ini, anak-anak akan tumbuh menjadi pemimpin bijak yang tak mudah tergoda gaya hidup konsumtif.
Peran orang tua, guru, dan komunitas literasi menjadi kunci dalam menumbuhkan budaya belajar yang menyenangkan dan bermakna. Membacakan buku keuangan dengan bahasa sederhana, memberikan celengan, atau mengajak anak berbelanja sambil menjelaskan perbedaan kebutuhan dan keinginan bisa menjadi kegiatan sehari-hari yang edukatif. Edukasi itu dimulai dari rumah.
Satu senyum polos sambil memegang buku bisa menjadi langkah besar untuk masa depan yang lebih cerah. Anak-anak seperti dalam gambar tersebut adalah investasi terbaik bangsa. Dengan mereka, kita menanam benih literasi yang akan tumbuh menjadi pohon pengetahuan, tanggung jawab, dan kesejahteraan. Mari kita dukung dan perkuat langkah kecil ini agar semakin banyak anak Indonesia yang tumbuh dengan literasi keuangan dan literasi kehidupan yang kuat.


