Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun, kembali menyampaikan pesan mendalam tentang makna hidup dan kebahagiaan. Dalam sebuah pengajian, ia menegaskan bahwa manusia sering kali lupa mensyukuri nikmat yang sudah diberikan Tuhan, sehingga merasa hidupnya tidak bahagia.
Menurut Cak Nun, banyak orang terlalu sibuk mencari alasan mengapa dirinya tidak bahagia. Padahal, jika direnungkan, segala kebutuhan dasar manusia sebenarnya telah dicukupi oleh Tuhan. "Alasanmu ora bahagia iki opo cubo? Kowe urip gari urip. Ngising gari ngising. Nguyoh gari nguyoh," ucapnya dengan bahasa khas Jawa yang sederhana namun menohok.
Ungkapan itu menggambarkan bahwa kehidupan manusia sesungguhnya berjalan sebagaimana mestinya. Makan, minum, tidur, bekerja, semua sudah diberi jalan oleh Allah. Namun, manusia masih saja merasa ada yang kurang. Hal inilah yang sering kali menjauhkan seseorang dari rasa syukur.
Cak Nun menekankan bahwa kebahagiaan tidak datang dari banyaknya harta, jabatan, atau pencapaian duniawi. Kebahagiaan justru hadir ketika manusia mampu menerima dan mensyukuri apa yang telah dianugerahkan oleh Tuhan. "Sing kurang opo neg Gusti Allah maringi?" tegasnya, mengingatkan agar manusia bercermin pada diri sendiri.
Pesan ini menjadi relevan di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan kompetitif. Banyak orang terjebak dalam siklus membandingkan diri dengan orang lain, sehingga lupa menikmati apa yang telah dimilikinya. Akibatnya, perasaan kurang dan tidak bahagia semakin membesar.
Melalui gaya bahasa yang apa adanya, Cak Nun mengajak jamaahnya untuk kembali pada kesederhanaan hidup. Menurutnya, ukuran bahagia bukanlah apa yang terlihat di luar, melainkan kedamaian di hati. Jika hati bisa bersyukur, maka hidup akan terasa cukup dan penuh keberkahan.
Selain itu, Cak Nun juga mengingatkan bahwa manusia sering kali mengabaikan nikmat kecil yang sesungguhnya bernilai besar. Bisa bernapas, bisa bergerak, bisa berkumpul dengan keluarga, semua itu adalah kebahagiaan yang tak ternilai. Namun, karena terbiasa, manusia justru menganggapnya sepele.
Wejangan tersebut menjadi refleksi penting bagi siapa saja yang merasa hidupnya tidak bahagia. Dengan menyadari betapa banyak nikmat yang telah diberikan, manusia diharapkan bisa berhenti mencari-cari alasan untuk merasa kurang. Sebaliknya, ia bisa memusatkan energi pada rasa syukur.
Cak Nun menutup pesannya dengan ajakan agar manusia tidak sekadar menjalani hidup, tetapi juga menghadirkan makna di dalamnya. Hidup bukan hanya tentang rutinitas, melainkan bagaimana setiap langkah dijalani dengan kesadaran, syukur, dan cinta kepada Allah.
Pesan sederhana namun mendalam dari Cak Nun ini kembali meneguhkan keyakinan bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dicari jauh-jauh. Bahagia adalah cara pandang, lahir dari hati yang bersyukur. Seperti kata Cak Nun, "Urip wis diparingi Gusti Allah, kok isih ora bahagia?"

